Aku cuma ingin memberikan sebuah catatan ringkas saja, tentang “pulang”. Minggu ini, tentunya masih dalam momentum lebaran, kita yang jarang menyapa keluarga, orang tua karena berbagai macam kesibukan, pekerjaan, pendidikan dan keturunan-keturunannya, mau nggak mau, suka nggak suka, dengan terpaksa harus merelakan untuk kembali, pulang.
Kembali artinya, mungkin sebagian dari kita, dan pastinya termasuk aku sendiri menganggap bahwa ini adalah hal yang sedikit membawa beban. Puluhan pertanyaan siap dilontarkan saat kita benar-benar berada dalam habitat yang silam, bertemu sanak keluarga dan tetangga, kita dipaksa nyaman dan terbiasa dengan pertanyaan yang hampir sama setiap tahunnya. Dan yang paling menggangu dari semuanya adalah perihal pernikahan. Sedangkan aku sendiri, boro-boro mikir nikah, ngurusin diri sendiri aja masih kerepotan.
Entah, apa yang mendasari orang-orang disektar kita, keluarga, teman atau bahkan diri kita sendiri selalu menanyakan ini, basa basi yang basi nggk sih, tapi ya mau gimana lagi, faktanya demikian, kan. Apakah ini budaya, adat atau memang kebiasaaan yang sudah mendarah daging, cuman kaya apa ya kira-kira dan bagaiaman awal mulanya?
Bagiku sendiri, kalau selalu melihat dari dua sisi antara baik dan buruk, pastinya segala sesuatu memiliki sisi positif dan negatif. Cuman, terkadang risih aja, harus berpura-pura nyaman dan baik-baik saja. Capek. Kita harus menjawabnya dengan tersenyum dan sedikit bercanda, padahal sebenarnya dalam hati, ini merupakan sesi penghakiman.
Baik itu karir, pendidikan, sampai berbagai macam pencapaian, status sosial, jabatan hingga status perkawinan, semua ditanyakan. Hingga tak jarang dari kita, yang katakanlah memang sudah berumur tidak lagi remaja, enggan rasanya untuk pulang. Salah satu alasan besarnya lebih karena malas dan enggan dengan pertanyaan beserta dramanya. Beruntungnya, kita punya dorongan yang lebih besar, kita rindu orang tua, suasana dan nostalgia bersama sahabat serta kembali berbagi tawa dan cerita.
Seberat apapun penghakiman yang akan selalu datang dalam setiap pertanyaan, pulang adalah kembali mengingat siapa sebenarnya dan dari mana kita bersal. Pikirku, tidak semuanya buruk, kok, meskipun lebih mendominasi sisi negatifnya. Baiknya, berbagai macam pertanyaan itu sekiranya bisa menyadarkan kita, bahwa kita harus terus melanjutkan, dan bahwa ternyata kehidupan sudah berubah begitu cepatnya.
Kembali adalah refleksi. Dibalik semua perasaan yang tidak mengenakkan, kembali adalah refleksi. Merefleksikan kehangatan, kebersamaan, perubahan dan mimpi yang kita rangkai sebelum pergi. terkadang ditengah jalan, kita sering dibuat lupa oleh gemerlap pencapaian di tanah perantauan. Pulang adalah refleksi, untuk kembali melanjutkan sebuah mimpi.
Ada yang enggan untuk pulang karena menghindari berbagai macam pertanyaan, dan memilih untuk tetap di perantauan karena mungkin belum mampu banyak memberikan kontribusi. Banyak sekali, tetapi ada sebuah kalimat yang mungkin sangat tidak asing ditelinga kalian:
“Pulanglah, bukan pencapaian dan kesuksesan yang dinanti, karena bagi orang tua kita, kepulangan itulah merupakan puncak penantian panjang dari sebuah kerinduan. Bahwa kita telah membuktikan, kesuksesan terbesar yang selalu bisa kita buktikan adalah ternyata kita masih mampu bertahan melewati segala tantangan tanpa hadirnya keluarga. Kita bertarung sendirian, dengan diri sendiri dan situasi yang sering tidak sesuai harapan.”
Mungkin, bagiku sendiri, kalau boleh untuk memilih antara pulang atau tidak, aku lebih nyaman untuk tetap tinggal di perantauan. Aku sudah tidak lagi nyaman dengan keramaian dan drama kepura-puraan. tetapi kembali lagi, kita harus terus berusaha untuk mencari sisi terbaiknya, kan, bahwa pulang adalah refleksi.
Refleksi terhadap banyak hal yang kontras, semakin lama kita tinggal di kota, kita tidak terlalu berfikir tentang menikah akibat pikiran yang semakin terbuka. Saat pulang, ternyata kita juga semakin menua. Di perantauan, ibadah kita mungkin makin nggk karuan, saat pulang, nasihat bapak dan ibu akan selalu sama, meskipun terdengar seidikit membosankan, jangan lupa shalat.
Begitupun saat kita sudah jauh dari teman seperjuangan, kita semakin individualistik, mengejar pencapaian dan kesuksesan, ketika pulang, kita diingatkan lagi tentang hangatnya sebuah kebersamaan.
Ahh, rasa-rasanya masih banyak sekali yang ingin aku ceritakan, tapi ini sudah terlalu panjang. Meskipun perjalanan kita semakin rumit, tapi jika ada waktu, tetaplah pulang. Meskipun sudah banyak yang tidak sejalan, bukan berarti kita tertuputus dari sebuah ikatan.
Terimakasih. Selamat lebaran.
Post a Comment for "Catatan Kecil: Pulang Itu Refleksi"