Ada kalanya usaha kita bagai menanam benih di tanah yang terlihat subur, hanya untuk menemukan akar-akar tersembunyi yang mencengkeram pertumbuhan. Kita mencangkul harapan, menanam mimpi, menyiramnya dengan kerja keras, lalu menanti dengan sabar. Namun, saat musim panen tiba, ladang itu diam. Tidak ada hijau dedaunan yang menari, tidak ada buah manis yang menggantung, hanya tanah kering yang membisu. Rasanya seperti menatap ke cermin retak, bertanya kepada bayangan sendiri: apakah aku yang salah, atau dunia yang terlalu keras?
Tapi bukankah sia-sia itu relatif? Barangkali bukan hasil yang hilang, melainkan harapan yang terlalu tinggi hingga melampaui genggaman kita. Seperti pelaut yang mengarungi lautan tanpa peta, ada saatnya ombak membawa kita ke pantai-pantai yang tak diinginkan. Namun, apakah semua pelayaran itu sia-sia hanya karena dermaganya tak sesuai? Mungkin usaha adalah nyanyian sunyi, yang kadang tak terdengar oleh dunia, tetapi menghidupkan jiwa si penyanyi.
Jika usaha itu akhirnya terhapus seperti jejak di pasir pantai, apa yang sebenarnya hilang? Jejak itu mungkin lenyap, tapi langkahmu telah menguatkan kakimu. Bukankah setiap perjalanan, meski tanpa tujuan akhir, tetap mengajarkan cara bertahan di tengah badai? Mungkin hasil bukan satu-satunya akhir. Barangkali maknanya tersembunyi di perjalanan, di titik-titik kecil di mana kita belajar bertahan meski angin kencang menerpa, di mana hati kita tumbuh lebih tabah.
Dan jika usaha itu terasa seperti melangkah ke arah kegelapan tanpa lentera, ingatlah: malam pun tak pernah abadi. Saat fajar menyingsing, kita mungkin akan melihat betapa kerasnya perjuangan telah memahat jiwa kita menjadi lebih kokoh. Karena pada akhirnya, sia-sia bukan tentang kehilangan sesuatu di luar diri, melainkan menyerah pada keraguan di dalam hati. Tetaplah berjalan, meski langkah kecil sekalipun. Sebab dalam gerak, kita melawan kehampaan.
Post a Comment for "Catatan Kecil: Bagaimana Jika Usahamu Berakhir Sia-Sia"