Catatan Kecil: Book Party Kota Kediri, Merayakan Buku di Taman Hutan Kota Pare

Hari ini, Minggu 19 Januari 2025, pagi seperti baru saja diseduh dari cawan waktu, hangat, harum, dan siap kuminum perlahan. Derup motorku yang belum diservis melaju santai menuju taman hutan kota Pare, pengantar menuju kisah baru yang akan menjadi kenangan dalam catatan ingatan yang membekas. 

Komunitas Book Party Kota Kediri mengadakan perayaan ulang tahun pertama mereka, dan ketidaksengajaan seorang sahabat mengundangku berpartisipasi, seseorang yang malam sebelumnya telah berbagi obrolan panjang, dari hiruk-pikuk kerja hingga mimpi-mimpi besar yang, kalau diukur, mungkin setinggi menara Eiffel. Begitulah kami, selalu terbawa oleh angin diskusi yang tak tahu kapan harus berhenti.

Kami dipertemukan oleh waktu, oleh kebetulan, oleh frekuensi yang seirama, seakan takdir sengaja menyulam kebersamaan ini dalam jalinan kehidupan. Untukku yang mulai memvalidasi keintrovertan, aku bersyukur memiliki sahabat seperti dia, yang aktif dan selalu mengundangku setiap ada event dari komunitas tertentu. Kami juga ingin membangun komunitas, tapi nantilah aku ceritakan bagaimana kelanjutannya rencana itu.

Taman itu berdenyut tenang di bawah matahari pagi. Pancuran air mengalirkan lagu yang menenangkan, sementara dedaunan menari dengan angin lembut yang datang sesekali. Burung-burung berkicau seakan menyambut kedatangan kami, dan aku merasa, di sini, waktu melambat, memberi ruang untuk napas yang bebas. 

Sekitar 60an peserta berkumpul di sana, masing-masing membawa buku dan antusiasme yang nyaris seperti anak kecil yang baru dapat mainan baru. Aku merasa seperti pahlawan yang akhirnya menemukan sekutunya, setelah bertahun-tahun terdampar di tengah komunitas yang lebih sering membahas ghibahin aib teman-teman sendiri daripada isi buku. Aku duduk di antara mereka, merasa seperti menemukan kembali sebuah rumah yang lama hilang, rumah yang penuh dengan percakapan liar dan pemikiran yang merdeka.

Kegiatan dimulai dengan sesi membaca bersama selama 25 menit. Namun aku datang tanpa buku, sebuah ironi bagi seorang pecinta buku. Bukuku tertinggal di Malang, tetapi sahabatku itu, seperti gugusan gemintang penunjuk jalan, dia membawa dua buku seperti sudah bisa menebak kalau aku pasti lupa. Ia membawa dua buku, salah satunya You Do You karya Fellexandro Ruby untuk menemani bacaan pagi itu.

Masih belum selesai, dia juga membawakan kado untuk sesi tukar hadiah untukku, yang membuatku semakin merasa seperti tamu undangan yang tidak tahu tata krama. Dan terakhir, aku lupa membawa uang tunai, kebiasaan buruk yang kudapatkan sejak tinggal di Malang. Akhirnya dia juga yang harus membayar parkir motor dan sarapanku.

Setelah khidmat membaca dengan hijaunya taman pagi itu, kami dibagi menjadi kelompok kecil. Di kelompok diskusi kecilku, yang terdiri dari tujuh orang, kami berbagi cerita tentang buku yang kami baca. Sebagian besar membaca novel fiksi dan fantasi, penuh petualangan dan keajaiban. Ada juga yang membawa buku politik, yang jujur saja membuat kepalaku mengingat masa-masa saat menjadi mahasiswa dulu. Lalu, salah satu peserta membawa karya temannya sendiri yang diterbitkan secara mandiri.

Aku terkagum-kagum sekaligus merasa seperti murid malas di tengah-tengah para kutu buku yang menyenangkan. Obrolan itu cair, penuh tawa, dan terkadang debat kecil yang seperti api unggun, hangat tapi cukup membakar jika disentuh terlalu dekat. Kami saling mendengar, bertanya, dan tertawa. Kata-kata melompat-lompat di antara kami, seperti daun yang beterbangan dihembus angin, membentuk jalinan pemikiran yang menghubungkan kami satu sama lain.

Setelah diskusi kelompok selesai, kami berkumpul lagi dalam grup besar. Tukar kado menjadi sesi penutup yang hangat. Aku mendapat sebuah notebook kecil. Setidaknya, aku bisa mulai mencatat kebiasaan burukku, seperti tidak membawa uang tunai atau lupa membawa buku ke acara komunitas buku. 

Sesi foto bersama menjadi penutup kegiatan, dengan semua orang tersenyum gembira seperti baru saja memenangkan lotre 271 triliun. Aku tersadar, ini adalah kali pertamaku merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar, setelah sekian lama waktu kuhabiskan sendirian. Rasanya seperti menemukan kembali sepotong diriku yang sempat hilang, keberanian untuk berbicara, mendengar, dan berimajinasi.

Sepulangnya, aku merenungi betapa kehidupan terkadang menghadiahkan momen-momen kecil yang menyentuh. Taman hutan kota Pare hari ini bukan sekadar tempat; ia adalah ruang yang menyatukan cerita, mimpi, dan manusia. Komunitas ini bukan sekadar sekumpulan orang; ia adalah rumah bagi mereka yang rindu berbagi. Aku merasa seperti buku yang terbuka pada bab baru—penuh harapan, penuh cerita yang menunggu dituliskan.

Hari ini aku mengingatkan diriku, bahwa kadang hidup adalah tentang momen-momen kecil yang sederhana, mengisi celah-celah lupa dan tentang ketidaksengajaan yang menjadikan segalanya kembali istimewa.

Catatan Arifin
Catatan Arifin One boy with many interests. Casual reader and content writer who takes photos of his travel. He loves everything about books, feelings, stories, movies and historical pieces.

1 comment for "Catatan Kecil: Book Party Kota Kediri, Merayakan Buku di Taman Hutan Kota Pare"