Catatan Kecil: Saat Usiamu Menuju 30 Tahun..

Kamu terbangun di suatu pagi, diselimuti perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Menuju usia ke dua 30 tahun, pikirmu, angkanya seolah menampar keras kesadaran. Orang bilang, ini fase penting. Di usia ini, karir seharusnya sudah mapan, impian sudah mulai tercapai, dan pernikahan? Itu hanya soal waktu, bukan? Kamu termenung.

“Sudahkah aku sesuai dengan ekspektasi?” tanyamu pada diri sendiri. Ekspresi wajahmu di cermin menjawab dengan kebingungan yang mendalam.

Setiap kali orang-orang bertanya, “Kapan nikah?” kamu tersenyum pahit. Seakan menikah hanyalah checklist yang harus dicentang tanpa mempertimbangkan perasaan. Di mata mereka, usia 30 seharusnya sudah menuntaskan bab pernikahan dan memasuki bab selanjutnya: keluarga, anak, rumah. Tapi, apakah hidup hanya sesederhana itu?

Impian

Dulu, kamu punya banyak mimpi. Saat masih 20-an, dunia tampak penuh kemungkinan. Kamu bisa menjadi siapa saja. Pindah ke kota besar, meraih karir impian, atau mungkin melakukan perjalanan keliling dunia. Namun, kini di usia yang tidak lagi remaja, kamu mulai sadar, beberapa mimpi tetaplah mimpi, setidaknya untuk saat ini.

“Kapan terakhir kali aku benar-benar mengejar sesuatu yang aku inginkan?” tanyamu lagi pada diri sendiri.

Impian itu seolah-olah membeku, terkurung dalam rutinitas yang monoton. Tekanan karir semakin besar, tuntutan finansial menumpuk, dan ekspektasi sosial menuntut kamu untuk “stabil”. Tapi, stabil itu apa? Karir yang membatasi kebebasan kreatifmu? Atau menikah dengan seseorang hanya karena usiamu dikatakan sudah matang?

Karir

Kamu berpikir, karir adalah segalanya. Setidaknya itulah yang mereka katakan sejak dulu. Kamu menempuh pendidikan tinggi, lalu bekerja keras, berharap bahwa suatu saat kamu akan tiba di puncak. Namun, saat kamu tiba di puncak itu, kamu bertanya-tanya: Apakah ini yang aku inginkan?

Di era media sosial, kamu terus membandingkan diri dengan orang lain. Orang-orang seusiamu tampak sukses, bahagia, menikah, punya anak, karir gemilang. Kamu merasa tertinggal. Padahal, mungkin mereka juga sedang bertanya-tanya, seperti dirimu.

“Apakah aku bekerja hanya untuk mengejar pengakuan?” suara hatimu berbisik.

Kamu pasti sudah tahu, Fenomena burnout semakin merajalela di era modern akhir-akhir ini. Banyak yang terjebak dalam lingkaran kerja tanpa henti, mengorbankan waktu pribadi demi impian yang ternyata bukan milik mereka sendiri. Kamu juga mulai merasakannya, kelelahan yang tak kasat mata, seperti beban berat yang kamu bawa setiap hari.

Orang Tua

Di usia ini, orang tua mulai menatapmu dengan harapan yang berbeda. Mereka tak lagi memikirkan betapa bangganya mereka saat kamu lulus kuliah atau mendapat pekerjaan. Sekarang, mereka mulai bertanya tentang keluarga kecil yang belum kamu miliki.

“Kapan kamu kasih kami cucu?” Pertanyaan itu keluar entah berapa kali, dari orang tua, saudara, tetangga. Sebagai anak, kamu ingin membahagiakan mereka, tapi apakah kebahagiaan mereka selalu sejalan dengan kebahagiaanmu?

“Aku mencintai mereka, tapi hidupku milikku,” gumammu pelan.

Orang tua kadang lupa bahwa impian mereka mungkin berbeda dengan impianmu. Mereka dibesarkan di zaman yang berbeda, dengan tekanan sosial yang berbeda. Kamu ingin menghormati mereka, tapi kamu juga ingin menjalani hidup sesuai dengan apa yang kamu yakini.

Ekspektasi Sosial

Di dunia yang penuh ekspektasi ini, sulit untuk tidak merasa seperti kamu hidup di bawah mikroskop. Di usia menjadi dewasa ini, mereka ingin kamu stabil, menikah, punya anak, sukses, tapi jarang yang bertanya: Bagaimana perasaanmu? Apakah kamu bahagia?

Kamu sering merasa kesepian di tengah-tengah keramaian. Media sosial dipenuhi orang-orang yang tampak bahagia, tetapi itu hanya yang nampak layar dan kamu tidak permah tahu semua cerita yang disembunyikan. Kamu bertanya-tanya apakah mereka juga merasakan kebingungan yang sama. Dunia ini, dengan segala hiruk-pikuk dan tuntutannya, sering kali membuat kamu merasa tersesat.

“Apakah aku sudah cukup baik?” tanya itu terus menghantui.

Kamu tahu, tak ada jawaban pasti. Kamu tak bisa memuaskan semua orang. Mungkin, satu-satunya yang bisa kamu lakukan adalah berdamai dengan dirimu sendiri. Terima bahwa impian berubah, karir tak selalu memuaskan, pernikahan bukan tujuan akhir, dan orang tua tetaplah manusia yang ingin melihat anak mereka bahagia dengan caranya sendiri.

Di persimpangan ini, kamu mulai menyadari sesuatu. Usia hanyalah soal angka, bukan akhir dari segalanya. Ia hanya persinggahan dalam perjalanan panjangmu. Impianmu mungkin berubah, karirmu mungkin melambat, tapi kamu berhak atas cerita hidupmu sendiri.


Catatan Arifin
Catatan Arifin One boy with many interests. Casual reader and content writer who takes photos of his travel. He loves everything about books, feelings, stories, movies and historical pieces.

Post a Comment for "Catatan Kecil: Saat Usiamu Menuju 30 Tahun.."