
Hidup adalah jalinan waktu yang terasa panjang bagi mereka yang mengukurnya dengan pencapaian dan gemerlap dunia. Kita meniti hari demi hari dengan ambisi yang tak pernah surut, mengumpulkan harta, mengukir nama, dan berusaha meninggalkan jejak yang tak terhapus oleh zaman. Waktu menjadi seperti sungai yang deras mengalir, tak henti-hentinya membawa kita pada mimpi dan harapan baru. Tahun demi tahun terasa begitu luas, seakan tak berbatas, karena kita terlalu sibuk mencengkeram dunia dengan genggaman yang erat. Kita percaya bahwa hidup masih panjang, bahwa masih ada banyak kesempatan untuk mengejar segala yang diinginkan.
Namun, hidup juga bisa terasa seperti embun di pagi hari, dingin, segar, tetapi cepat sirna begitu matahari meninggi. Saat kesadaran tentang kematian mengetuk, waktu seolah menyusut, dan segala yang pernah terasa penting mendadak menjadi remeh. Apa arti kemenangan duniawi jika pada akhirnya semua akan terlepas dari genggaman? Apa makna kebanggaan jika pada akhirnya kita hanyalah seonggok jasad yang diam dan tak berdaya? Hidup begitu singkat, karena ujungnya sudah pasti, dan kematian selalu lebih dekat daripada yang kita duga.
Kita sering terjebak dalam ilusi keabadian, seakan hari esok adalah janji yang tak mungkin diingkari. Kita menunda kebaikan, menumpuk ambisi, dan menahan kata-kata maaf yang seharusnya diucapkan hari ini. Tetapi kematian adalah bayang-bayang yang tak mengenal kata “nanti.” Ia datang tanpa mengetuk, tanpa aba-aba, membawa kita dari dunia yang sibuk ini menuju keheningan abadi. Saat itu, yang tersisa bukanlah deretan pencapaian, tetapi amalan yang tertanam di hati dan perbuatan yang menjadi cahaya bagi perjalanan setelah dunia.
Hidup adalah paradoks yang menakjubkan, panjang bagi yang lupa, singkat bagi yang sadar. Jika kita hanya memandang dunia, hidup terasa luas dengan segala pencariannya yang tak berkesudahan. Namun, jika kita mengingat kematian, hidup menjadi sekadar satu tarikan napas yang berlalu dalam sekejap. Seperti lilin yang perlahan-lahan menyusut, cahayanya mungkin tampak terang, tetapi akhirnya tetap akan padam.
Barangkali, keseimbangan adalah kunci. Hidup bukan sekadar tentang mengejar, tetapi juga tentang mempersiapkan. Bekerja untuk dunia, tetapi tidak melupakan akhirat. Menanam kebaikan sebanyak mungkin, karena di sanalah jejak sejati kita tertinggal. Sebab ketika waktu habis, bukan berapa lama kita hidup yang akan dihitung, tetapi bagaimana kita telah menjalani hidup itu sendiri.
Maka, dalam perjalanan yang panjang sekaligus singkat ini, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: Apakah kita sedang hidup hanya untuk hari ini, atau juga untuk hari yang tak berujung nanti?
Post a Comment for "Catatan Kecil: Hidup Ini Panjang, Sekaligus Singkat Secara Bersamaan"